Karya Indonesia news com
Kabupaten Tangerang - Pembebasan lahan di Kampung Cariu Ragas, RT 05/03, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, diduga sarat dengan tipu daya. PT Citra Villa Sejahtera menunjuk almarhum Jaro Enjat untuk mengkoordinir penjualan lahan warga kepada perusahaan tersebut. Namun, alih-alih berjalan sesuai prosedur, warga justru merasa tertipu.
Sejumlah warga mengaku lahan mereka beralih kepemilikan ke PT tanpa pembayaran yang jelas. Dugaan ini didasarkan pada SPH (Surat Pelepasan Hak) yang tidak direalisasikan. Salah satu korban, Pak Sahar (69), mendapati lahannya diklaim PT dengan dalih SPH, padahal tanah tersebut memiliki kutipan Letter C dari Desa Tobat atas nama almarhum Misbah, pihak keluarga almarhumah Ibu Jarsinah, yang merupakan orang tua Sahar.
Keanehan semakin terlihat saat almarhumah Ibu Jarsinah yang telah wafat sejak 1 Desember 2014 justru disebut dalam laporan polisi sebagai pemilik yang melepaskan haknya pada 12 November 2024. Fakta ini memicu pertanyaan besar terkait keabsahan dokumen yang digunakan PT untuk mengklaim tanah warga.
Hari ini, Senin 24 Februari 2024, PT. Citra Villa Sejahtera memasang plang besi di lahan yang diklaimnya, seolah memiliki legitimasi penuh. Perwakilan PT menyebut telah meminta izin kepada Pak Sahar sebelum pemasangan. Namun, karena Pak Sahar yang awam tidak banyak mengetahui dasar hukum yang jelas, ia menyetujui pemasangan plang tersebut.
Lebih mencengangkan lagi, almarhumah Ibu Jarsinah justru disebut dalam laporan polisi LP/B/1081/X1/2024/SPKT/SATRESKRIM/POLRESTA TANGERANG/POLDA BANTEN, Tanggal 07 November 2024. Undangan wawancara klarifikasi perkara 12 November 2024. B/6601/XI/Res.1.24./2024/Reskrim sebagai pihak yang melakukan penyerobotan dan pemalsuan dokumen autentik. Bagaimana mungkin orang yang telah lama meninggal bisa menjadi subjek perkara hukum?
Yang lebih mengejutkan, Pak Sahar diminta menulis sendiri surat pernyataan pengosongan lahan dengan dikte dari penyidik, lalu menandatanganinya di atas materai. Ini semakin menguatkan dugaan adanya tekanan terhadap warga agar tunduk pada kepentingan tertentu.
Ironisnya, lahan yang dipersoalkan sudah lama diikutkan dalam program sertifikasi tanah pemerintah (PRONA) dan warga bahkan telah membayar biaya administrasi. Namun, hingga kini sertifikat yang dijanjikan tak kunjung terbit. Lantas, ke mana pihak desa yang seharusnya mengurus PRONA ini? Sementara itu, banyak peserta PRONA lainnya sudah menerima sertifikat mereka.
Kasus ini semakin pelik dengan keterlibatan aparat yang seolah memihak perusahaan. Warga mempertanyakan keadilan dalam proses ini. Bagaimana mungkin hak kepemilikan tanah bisa dialihkan tanpa pembayaran dan menggunakan dokumen yang cacat hukum?
Merespons kejanggalan ini, Pak Sahar telah menunjuk kantor hukum Ujang Kosasih & Partners yang diwakili oleh Andri Setiawan, SH. Andri Setiawan dengan tegas menyoroti kejanggalan dalam kasus ini dan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam.
"Saya selaku kuasa hukum akan melakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan hak klien kami. Berdasarkan hasil investigasi dan informasi yang didapatkan, ada beberapa kejanggalan terhadap bukti kepemilikan lahan yang dipersengketakan saat ini. Tentunya kami sebagai PH akan melakukan upaya hukum," tegas Andri.
Ia berkomitmen mengawal proses hukum hingga tuntas dan memastikan semua pihak yang terlibat dalam dugaan penyalahgunaan wewenang bertanggung jawab. "Kami tidak akan membiarkan kasus ini menguap begitu saja. Oknum-oknum yang bermain dan terlibat akan kami seret ke ranah hukum!" pungkasnya.
Kasus ini menjadi alarm bagi warga lainnya agar lebih waspada terhadap modus operandi serupa. Aparat penegak hukum diharapkan bertindak tegas, bukan malah menjadi bagian dari permainan kotor yang merugikan masyarakat.
Cimong