Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025.Saatnya Mengakhiri Kriminalisasi dan Intervensi Terhadap Jurnalis
Tangerang
karyaindonesianews.com, Jumat, 9 Mei 2025
Setiap 3 Mei, dunia memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia sebagai pengingat pentingnya kemerdekaan media dalam sistem demokrasi. Namun pada 2025 ini, perayaan itu kembali dibayangi oleh ironi: masih banyak jurnalis dan media yang menjadi korban kriminalisasi, diskriminasi, dan intervensi kekuasaan, termasuk di Indonesia.
Dalam laporan terbaru dari organisasi pemantau kebebasan pers internasional, sejumlah jurnalis di Indonesia masih menghadapi ancaman hukum akibat pemberitaan yang mengungkap praktik korupsi, pelanggaran HAM, dan konflik kepentingan. UU ITE yang seharusnya menjadi pelindung ruang digital, justru sering dijadikan alat membungkam suara kritis. Alih-alih diberi ruang, para wartawan malah diberi jerat.
Diskriminasi terhadap media lokal, terutama yang berada di daerah-daerah terpencil, juga masih menjadi persoalan besar. Akses terhadap informasi, akreditasi peliputan, hingga pengakuan kelembagaan kerap berpihak pada media arus utama. Tak jarang, jurnalis daerah dipandang sebelah mata atau bahkan dianggap “bukan wartawan sungguhan” oleh aparat maupun pejabat publik.
Lebih memprihatinkan lagi, intervensi dari kekuasaan, baik secara halus melalui tekanan ekonomi, maupun secara langsung melalui tindakan represif masih menjadi realitas sehari-hari. Tidak sedikit media yang kehilangan independensi karena pemiliknya memiliki kepentingan politik atau bisnis. Di sisi lain, intimidasi terhadap redaksi atau individu jurnalis menjadi senjata untuk mengontrol narasi publik.
Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025 seharusnya menjadi momentum refleksi nasional. Pemerintah dan masyarakat harus kembali meneguhkan komitmen terhadap prinsip kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jurnalis bukan musuh negara, mereka adalah mitra demokrasi.
Pakar pers menyebutkan tanpa kebebasan pers, tidak akan ada keadilan sosial. Tanpa perlindungan bagi jurnalis, tidak akan ada transparansi. Dan tanpa media yang independen, demokrasi hanya akan menjadi sandiwara.
Sudah waktunya semua pihak berhenti melihat pers sebagai ancaman. Justru dalam suara-suara kritis itulah, bangsa ini menemukan cermin untuk memperbaiki diri.
Redaksi : AJH